NABIRE – Hampir tiga pekan pascagempa berkekuatan 6,6 magnitudo mengguncang Nabire pada 19 September 2025, Jembatan Siriwini Bawah yang menjadi akses vital warga belum juga diperbaiki oleh Pemerintah Provinsi Papua Tengah.
Kondisi tersebut mendorong pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Nabire turun langsung ke lokasi untuk melihat kerusakan sekaligus membangun jembatan darurat secara swadaya bersama warga.
Meski diguyur hujan, Ketua DPRK Nabire, T.K.H. Nanci Kerolina Worabay, S.Sos., M.I.P, bersama anggota Komisi A DPRK Nabire, Imanuel F. H. Rumbewas, mendatangi Jembatan Siriwini Bawah pada Rabu (8/10/2025).
Keduanya bergabung dengan warga Siriwini dan Sanoba membangun jembatan darurat dari kayu agar kendaraan roda dua dapat melintas.
“Selaku wakil rakyat, kami harus hadir untuk melihat langsung kondisi Jembatan Siriwini Bawah yang sejak 19 September rusak akibat gempa 6,6 magnitudo. Sudah 20 hari sejak kejadian tersebut, belum ada respon dari Pemerintah Provinsi Papua Tengah dalam hal ini Dinas PUPR,” ujar Imanuel Rumbewas.

Menurutnya, inisiatif pembangunan jembatan darurat dilakukan agar aktivitas warga, terutama pelajar dan mahasiswa, tidak terganggu. Ia menegaskan bahwa masyarakat membutuhkan tindakan cepat, bukan sekadar janji.
“Jembatan ini sementara sangat membantu masyarakat. Tapi kami harap segera ada tindakan nyata dari Pemerintah Provinsi Papua Tengah. Mohon segera direspons melalui Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Provinsi Papua Tengah,” tegasnya.
Imanuel juga meminta dukungan media agar persoalan ini mendapat perhatian publik luas dan mendorong percepatan penanganan dari pemerintah provinsi. “Kami tidak ingin menunggu sampai ada korban jiwa baru ada tindakan,” tambahnya.
Warga Berterima Kasih, Tapi Minta Pemerintah Tak Tutup Mata
Langkah cepat DPRK Nabire itu mendapat apresiasi dari warga Siriwini. Salah satu perwakilan masyarakat, Yani Victor Burdam, menyampaikan rasa terima kasih kepada pimpinan dan anggota DPRK yang turun langsung membantu warga membangun jembatan darurat.
“Terima kasih atas kunjungan DPRK Nabire kepada kami masyarakat Siriwini yang terdampak gempa pada September lalu. Kami berharap Pemerintah Provinsi Papua Tengah, khususnya Dinas PU, bisa memperhatikan akses ini,” ujar Yani.
Ia menjelaskan, sejak jembatan utama rusak, warga terpaksa menggunakan jalur alternatif yang jauh melalui Jalan Poros Samabusa–Sanoba Atas.
Kondisi itu menyulitkan warga yang beraktivitas setiap hari, termasuk pelajar, mahasiswa, dan jemaat gereja.
“Kami yang tinggal di sekitar lokasi melihat langsung kondisinya. Jembatan rusak ini benar-benar menyulitkan warga untuk beraktivitas, termasuk anak sekolah, mahasiswa, dan jemaat gereja,” tuturnya.

Bagi warga, kehadiran Ketua DPRK Nabire dan anggotanya menjadi bukti nyata kepedulian terhadap masyarakat terdampak.
“Terima kasih kepada Ibu Ketua DPRK Nabire, Ibu Nanci Worabay, dan Pak Imanuel Rumbewas atas kunjungan dan bantuannya. Berkat inisiatif mereka, kami bisa membangun jembatan darurat yang sangat membantu warga,” ucap Yani.
Jembatan Siriwini, Nadi Penghubung yang Terluka
Jembatan Siriwini Bawah menghubungkan wilayah Sanoba dan Siriwini, dua kawasan padat di jantung Nabire. Jalur ini menjadi akses utama warga menuju sekolah, kampus, tempat kerja, hingga fasilitas kesehatan.
Kerusakan akibat gempa membuat mobilitas warga terhambat dan aktivitas ekonomi terganggu. Meski warga kini bisa melintas menggunakan jembatan darurat dari kayu, kondisinya jauh dari layak dan berisiko jika digunakan terus-menerus, terutama saat hujan.

DPRK Nabire mendesak Pemerintah Provinsi Papua Tengah segera mengalokasikan anggaran perbaikan melalui Dana Belanja Tidak Terduga (BTT), mengingat jembatan tersebut merupakan infrastruktur vital yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Provinsi Papua Tengah maupun Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua Tengah belum memberikan tanggapan terkait langkah konkret perbaikan jembatan tersebut.