YAHUKIMO – Sejumlah aksi kekerasan kembali mengguncang Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, dan Kabupaten Asmat, Papua Selatan, dalam rentang 21–23 September 2025.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengklaim telah menembak mati aparat militer Indonesia dan intelijen di berbagai titik, sementara aparat keamanan menyebut korban justru berasal dari warga sipil yang tengah bekerja sebagai pendulang emas.
Rangkaian insiden ini menambah panjang daftar eskalasi kekerasan bersenjata di wilayah pegunungan Papua, yang kerap menyisakan versi berbeda antara klaim kelompok bersenjata dan aparat keamanan.
Klaim pertama: “Dua intelijen ditembak di Korowai”
Pada Minggu (21/9/2025), Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB menyatakan telah menerima laporan dari Mayor Kopitua Heluka, Komandan Operasi TPNPB Kodap XVI Yahukimo.
“Pasukan khusus dari Batalion Sisibia, Kanibal dan Yamue telah melakukan penembakan terhadap dua agen intelijen militer Pemerintah Indonesia di Yahukimo pada hari Minggu, 21 September 2025 siang tepat berada di pertambangan emas ilegal di wilayah operasi TPNPB di Korowai,” tulis juru bicara Sebby Sambom dalam siaran persnya.
TPNPB mengklaim kedua orang tersebut lebih dulu ditangkap dan diinterogasi sebelum dieksekusi.

Mereka disebut mengaku sebagai komponen cadangan (Komcad) dan Banpol yang pernah mendapat materi intelijen dari Kodam XVII/Cenderawasih di Jayapura.
Tanggapan TNI: “Itu warga sipil, bukan prajurit”
Keesokan harinya, TNI membantah klaim itu.
“OPM telah membunuh 2 warga sipil. Namun dapat dipastikan kedua korban bukan prajurit TNI, serta bukan intelijen militer,” kata Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, Senin (22/9/2025).
Ia menegaskan klaim OPM menyesatkan dan menyebut kelompok itu “penjahat kemanusiaan” yang menggunakan propaganda untuk membenarkan pembunuhan terhadap warga sipil.
Aksi lanjutan: “Sita senjata, bakar rumah, bebaskan keluarga”
Masih pada 22 September 2025, TPNPB kembali mengumumkan serangan lain di Distrik Kolf Braza, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.
Dalam siaran persnya, kelompok itu menyebut berhasil menembak mati seorang aparat militer, menyita satu unit senjata, dan membakar rumah korban.

“Istri dan anak korban dibebaskan demi mematuhi hukum humaniter di wilayah perang,” klaim Sebby Sambom.
TPNPB juga menuding Presiden Prabowo Subianto menyampaikan “cerita bohong” di hadapan dunia internasional dengan klaim bahwa Papua dalam keadaan aman.
Satgas Damai Cartenz: “Korban warga sipil di Asmat”
Versi berbeda kembali datang dari Satgas Ops Damai Cartenz. Mereka melaporkan penembakan yang terjadi di Distrik Kolf Braza, Asmat, menewaskan seorang warga sipil bernama Indra Guru Wardana.
“Setelah penembakan, para pelaku juga membakar rumah korban hingga rata dengan tanah,” ujar Kepala Operasi Damai Cartenz, Brigjen Pol Faizal Ramadhani.

Menurutnya, jumlah pelaku diperkirakan enam orang, salah satunya membawa senjata panjang dengan teleskop.
Rekap klaim TPNPB: “Sembilan aparat ditembak mati”
Puncak klaim datang pada Selasa (23/9/2025), ketika TPNPB-OPM mengumumkan telah menewaskan total sembilan aparat dan intelijen militer Indonesia dalam kontak senjata sejak 21–23 September.
“Kami juga telah berhasil merampas satu unit senjata milik aparat militer Indonesia di Asmat dan membakar rumah korban… aksi penyerangan tersebut atas perintah Brigjend Elkius Kobak dan Mayor Kopitua Heluka,” tulis siaran pers itu.
TPNPB menegaskan perang akan terus berlanjut hingga “Indonesia mengakui kemerdekaan bangsa Papua”.

Larangan evakuasi oleh aparat
Dalam siaran pers lainnya, TPNPB menyatakan hanya membuka akses evakuasi korban kepada pihak gereja dan tokoh masyarakat, bukan aparat.
“Jika aparat militer Indonesia bersikeras ikut terlibat evakuasi aparat dan agen intelijennya, kami siap tembak,” tulis Sebby Sambom.
TPNPB mengklaim sempat terjadi kontak tembak saat aparat mencoba melakukan evakuasi, yang berujung pada kerusakan kendaraan militer.
Evakuasi terhambat cuaca dan kontak senjata
Satgas Ops Damai Cartenz mengakui bahwa upaya evakuasi jenazah memang tertunda. Selain kontak tembak, faktor cuaca buruk dan derasnya arus sungai membuat tim gabungan kesulitan menjangkau lokasi.
“Kami mendapat informasi bahwa ada tiga jenazah lagi… tetapi sampai sekarang kami belum sampai TKP,” kata Brigjen Pol Faizal Ramadhani.

Ia menyebut total korban sementara berjumlah lima orang, namun belum dapat dipastikan identitasnya hingga proses evakuasi selesai.
Membuka ruang bagi gereja
Menutup rangkaian siaran pers, TPNPB-OPM pada 23 September 2025 malam menyatakan membuka akses resmi bagi pimpinan gereja untuk mengevakuasi jenazah.
“Evakuasi korban agen intelijen militer Pemerintah Indonesia ini atas permintaan keluarga korban kepada Manajemen Markas Pusat KOMNAS TPNPB… Oleh sebab itu, pihak keluarga meminta kepada pimpinan gereja untuk melakukan evakuasi. Kami setuju dan membuka akses bagi pihak gereja,” tulis Sebby Sambom.

Namun mereka tetap melarang aparat ikut serta, dengan ancaman akan melanjutkan serangan jika aturan itu dilanggar.
Catatan Galeri Papua
Rangkaian klaim dan bantahan yang beredar sejak 21 September 2025 menggambarkan kerumitan situasi keamanan di Papua Pegunungan dan wilayah sekitarnya.
Di satu sisi, TPNPB-OPM mengklaim keberhasilan menyerang aparat dan intelijen, sementara aparat keamanan menegaskan korban merupakan warga sipil.
Ketidakjelasan akses informasi, sulitnya menjangkau lokasi konflik, serta terbatasnya komunikasi membuat verifikasi lapangan kerap memakan waktu.

Hingga kini, data jumlah korban jiwa belum bisa dipastikan secara independen.
Yang jelas, aksi kekerasan bersenjata berulang ini menimbulkan dampak paling nyata bagi warga sipil: ketakutan, pengungsian, dan hilangnya rasa aman di tengah konflik berkepanjangan di Papua.