NDUGA — Jejak Arestina Giban, seorang bocah perempuan berusia 7 tahun asal Distrik Gearek, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, hilang bersama jasadnya.
Hingga kini, keluarga masih menunggu kepastian dari aparat TNI atas keberadaan tubuh anak itu, yang diduga tewas ditembak dalam operasi militer pada 12 Desember 2025.
Permintaan pengungkapan keberadaan jasad Arestina disampaikan Tim Kemanusiaan Distrik Gearek bersama keluarga korban usai melakukan investigasi lapangan terkait penyerangan udara di wilayah tersebut.
Meski pencarian telah dilakukan selama beberapa hari, yakni pada 14–16 Desember 2025, jasad korban tak pernah ditemukan.
Dalam investigasi itu, tim bertemu langsung dengan ibu korban, Wina Kerebea, seorang ibu rumah tangga berusia 35 tahun yang juga menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Wina mengalami luka akibat serpihan mortir yang meledak di halaman rumahnya.
Wina menuturkan, peristiwa bermula pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIT saat ia hendak pergi ke kebun untuk memotong daun singkong. Situasi mendadak berubah mencekam ketika sebuah helikopter melakukan pemantauan dan penyerangan dari udara.
Dalam kepanikan, Wina berusaha melarikan diri bersama anak-anaknya. Arestina, yang saat itu berada di bahunya, tertembak di bagian belakang kepala hingga peluru menembus ke depan. Tubuh bocah itu terjatuh di depan rumah mereka.
Karena situasi yang tidak terkendali, Wina terpaksa meninggalkan jasad Arestina demi menyelamatkan anak pertamanya dan mencari perlindungan di area kuburan keluarga.
Di tengah pelarian, sebuah peluru nyasar hampir mengenai perut anak pertamanya. Wina kemudian mengangkat anak pertamanya dan menyembunyikannya di balik kuburan kakeknya.
Saat itu, helikopter disebut masih melakukan penembakan dari udara. Kepada anaknya, Wina berusaha menenangkan sambil menyatakan bahwa ia tidak takut mati dan akan kembali untuk memastikan kondisi adiknya.
Di tengah hujan tembakan, Wina kembali ke lokasi jasad Arestina. Ia mengangkat tubuh anaknya, memasukkannya ke dalam noken bersama pakaian ibadah, lalu membaringkannya di badan jalan dengan posisi kepala mengarah ke gereja.
Namun, tak lama berselang, mortir kembali dijatuhkan. Ledakan itu melukai Wina di bagian paha kanan belakang.

Dalam kondisi terluka dan situasi yang semakin berbahaya, Wina kembali melarikan diri demi menyelamatkan anak pertamanya. Sejak saat itu, keberadaan jasad Arestina tidak lagi diketahui.
Tim Kemanusiaan Distrik Gearek menyatakan bahwa ibu korban telah menunjukkan secara langsung lokasi penembakan, tempat jasad dibaringkan, serta pakaian dan noken yang digunakan saat kejadian. Meski demikian, hingga investigasi berakhir, jasad Arestina tetap tak ditemukan.
Akibat operasi militer tersebut, Wina Kerebea bersama warga lainnya mengungsi keluar kampung. Rumah-rumah warga dilaporkan rusak parah, dan hingga 20 Desember 2025, masyarakat Distrik Gearek disebut masih bertahan di pengungsian karena trauma dan ketakutan untuk kembali ke kampung halaman.
Ketua Tim Kemanusiaan Distrik Gearek, Theo Hesegem, menilai tindakan aparat dalam peristiwa ini sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip perlindungan warga sipil.
“Penembakan terhadap Arestina Giban dan mamanya yang terkena serpihan mortir pada bagian paha kanan itu sangat tidak profesional dan tidak terukur,” ujar Theo.
Theo, yang juga Pembela HAM Papua sekaligus Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), mempertanyakan dasar penyerangan tersebut.
“Apakah korban diduga memegang senjata atau melawan aparat sehingga ditembak pada saat peristiwa itu?” katanya.
Ia menegaskan, setiap operasi militer wajib mematuhi aturan perang dan Hukum Humaniter Internasional (HHI). Menurutnya, warga sipil tidak boleh menjadi sasaran utama dalam operasi keamanan apa pun.
Dalam rekomendasinya, Tim Kemanusiaan Distrik Gearek bersama YKKMP dan keluarga korban mendesak aparat TNI untuk bertanggung jawab, khususnya terkait dugaan penghilangan paksa jasad korban.
“Dengan adanya upaya penghilangan paksa yang dilakukan aparat TNI, kami meminta agar jasad korban segera dikembalikan kepada keluarga,” demikian salah satu poin rekomendasi yang disampaikan.
Selain pengungkapan keberadaan jasad, mereka juga menuntut keadilan atas kematian Arestina Giban, bocah tujuh tahun yang jejak hidupnya terputus dalam operasi militer di Distrik Gearek.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak aparat dalam hal ini TNI-Polri belum juga memberikan penjelasan resmi. Upaya konfirmasi telah dilakukan sejak awal dilaksanakannya operasi militer yang berlangsung mulai 10 Desember 2025.














