NABIRE – Sejak Februari 2025, Nabire, Ibu Kota Provinsi Papua Tengah resmi menyandang status Provinsi Definitif setelah tiga tahun ditetapkan sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) pada 11 November 2022 oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Dalam momen ini, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Tengah, Nancy N. Raweyai, mengajak semua orang untuk merefleksikan kembali perjalanan Papua Tengah yang kini semakin eksis.
Provinsi Papua Tengah dimekarkan dari Provinsi Papua bersama dua provinsi lainnya, yaitu Papua Selatan dan Papua Pegunungan, dengan status provinsi definitif. Oleh karena itu, diharapkan dapat mewujdkan semangat UU No 15 tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam beleid yang ditetapkan 25 Juli 2022 itu, dijelaskan bahwa untuk mencapai cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera.
Namun, melihat kondisi realita yang ada di Papua Tengah hingga hari ini menjadi pertanyaan besar, apakah wujud semangat Undang-Undang tersebut hanyalah sebatas semangat yang tertulis namun seakan jauh untuk digapai?
Persoalan Papua lebih identik dengan kekerasan, ketimbang upaya merajut kembali kehidupan yang lebih baik.
Situasi konflik yang berkepanjangan di Papua seakan memberikan awan gelap atas semangat Negara dalam mempercepat pembangunan di Papua Tengah karena bertolak belakang dengan penanganan atas isu-isu sosial di Papua Tengah.
“Lalu bagaimana kita harus membangun kesadaran nilai-nilai kebersamaan dalam pembangunan Provinsi Papua Tengah? Sementara eskalasi kekerasan terus terjadi hingga hari ini!” ungkap Nancy dalam tulisannya yang diterima media ini, Senin (10/3/2025) malam.
Kata Nancy, situasi di Kabupaten Puncak, Puncak Jaya dan Intan Jaya masih panas membara, sementara kriminalitas dan perang saudara makin marak terjadi di Timika dan Nabire.
“Di tengah situasi konflik sosial yang masih terus terjadi, kita kehilangan waktu membangun aspek yang paling penting dalam pembangunan Provinsi Papua Tengah, yaitu masyarakat Papua Tengah yang selama ini seakan terlupakan,” lanjutnya.
Membangun Sumber Daya Manusia (SDM) Papua Tengah yang peduli, yang sadar akan nilai-nilai kebersamaan dan rasa saling memiliki terhadap kebaikan masa depan Papua Tengah, harus menjadi prioritas bagi semua stakeholder dan terutama pemerintah dalam membangun Provinsi Papua Tengah.
Untuk Generasi Emas Papua Tengah
Nancy menyebut, jika semua orang memercayai statistik Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), maka Provinsi Papua Tengah boleh sedikit bergembira dengan peningkatan yang dicapai.
Tercatat, pada tahun 2024, IPM Provinsi Papua Tengah mencapai 60,25, meningkat 0,81 poin atau 1,36 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 59,44. Selama 2023–2024, IPM Provinsi Papua Tengah rata-rata meningkat sebesar 1,36 persen per tahun.
Hanya saja, menurut Nancy bahwa statistik hanyalah bersifat kuantitatif, kenyataan di depan mata dari hasil turun langsung ke masyarakat, ia mendapati pendidikan dan kesehatan masyarakat Papua Tengah yang selama ini termarjinalisasi merupakan potret pahit kondisi yang masih terjadi sampai hari ini.
Ini merupakan cerminan buruk bagaimana kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan masih sangat memprihatinkan di Papua Tengah. Lanjutnya, potret pahit inilah yang kerap membuat semua orang meneteskan air mata ketika melihat kondisi masyarakat hari ini.
“Penting dan mendesak bagi kita semua untuk menyatukan visi, misi dan persepsi dalam membangun Papua Tengah ke depan, menjadi tanggung jawab moral kita bersama dengan menumbuhkan kesadaran atas nilai nilai kebersamaan yang kita harapkan untuk generasi emas Papua Tengah,” tegas Nancy.
Lembaga DPR Provinsi Papua Tengah yang baru dibentuk mempunyai pekerjaan rumah (PR) besar untuk melahirkan peraturan daerah dan perdasus bersama Pemerintah Provinsi yang menghidupkan semangat dan roh dari Otonomi Khusus Papua, serta bersama seluruh stakeholder untuk mengawasi sejauh mana efektivitas implementasi yang memberi dampak signifikan bagi kehidupan masyarakat Papua Tengah yang terabaikan selama pemberlakuan Otonomi Khusus.
“Bukankah amanat Otonomi Khusus hendak membangkitkan kembali harkat dan martabat orang Papua?” ujarnya.
Nancy menyatakan bahwa kini saatnya seluruh stakeholder baik di lingkungan eksekutif maupun legislatif bersama-sama, bahu membahu bekerja dengan penuh rasa memiliki dan tanggung jawab untuk menyelesaikan satu persatu persoalan Papua selama ini.
Terutama, meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas dan layanan kesehatan yang memadai dan layak.
“Tidak ada kata terlambat untuk tetap berbuat, dengan empati kita semua memberikan kontribusi terbaik dalam membangun Papua Tengah dengan terus menumbuhkan kesadaran nilai nilai kebersamaan untuk generasi emas Papua Tengah,” ucap Nancy.
“Mengutip Pdt. I.S.Kijne untuk selalu mengingatkan kita bahwa “Di atas batu ini, saya meletakan Peradaban Orang Papua. Sekalipun orang memiliki kepandaian tinggi, akal budi dan marifat tetapi tidak dapat memimpin bangsa ini, bangsa ini akan bangkit dan
memimpin dirinya sendiri. Untuk generasi emas Papua Tengah,” pungkasnya.