MIMIKA – Persoalan air bersih di Kabupaten Mimika kian keruh setelah Pemerintah Daerah (Pemda) memutuskan untuk menurunkan harga air minum isi ulang menjadi Rp6 ribu per galon.
Pihak Asosiasi Pengusaha Depot Air (Aspada) yang merasa telah dirugikan oleh keputusan itu memilih untuk menyetop operasional penjualan air minum kepada masyarakat.
Alhasil imbasnya dari penyetopan penjualan itu, warga Kota Timika malah kesulitan untuk mendapatkan air minum selama beberapa hari belakangan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Melihat permasalahan air di Mimika yang semakin tidak terkontrol, seorang Tokoh Intelektual asal Mimika Wee, Dr. Leonardus Tumuka, menyampaikan pandangannya.
Kata Leo, persoalan air bersih tersebut sebetulnya merupakan persoalan yang kapan saja bisa terjadi karena sampai dengan saat ini pemerintah belum bisa mengendalikan distribusi air bersih di Kabupaten Mimika.
“Jadi kalau itu masih dimonopoli oleh pengusaha atau pihak swasta maka hasilnya pasti akan tetap seperti ini karena mereka akan menaikan harga untuk bisa mendapatkan manfaat,” jelasnya via telpon pada Kamis (20/10/2022) sore.
Menurut Leo, Pemerintah Kabupaten Mimika sesungguhnya memiliki peluang besar untuk mengelola distribusi air bersih sendiri. Sebab, PT Freeport Indonesia telah menyediakan air bersih yang sekali jalan dapat menghasilkan 200 liter per detik.
Sayangnya, Leo melihat pemerintah masih kurang jeli dalam membaca peluang tersebut hingga akhirnya program air bersih yang dikerjakan sejak lima tahun lalu mangkrak begitu saja.
“Kita di sini beberapa sudah ada pipa PDAM tetapi kemudian pipa itu kan tidak beroperasi. Padahal program PDAM ini sudah lama, saya dengar itu kira-kira 5 tahun yang lalu untuk pemasangan pipa air. Dan itu sudah mangkrak, tidak tahu sudah tertutup. Ditambah lagi pembuatan drainase yang dilakukan di pinggir jalan itu juga merusak pipa-pipa itu,” ungkapnya.
Dengan adanya situasi yang terjadi saat ini, kata Leo, seharusnya menjadi catatan bagi pemerintah agar bisa melahirkan kebijakan dan juga solusi untuk menekan harga air.
“Bukan hanya sekadar memerintahkan untuk kasih turun harga tetapi juga membuat kebijakan dengan melakukan pemasangan-pemasangan pipa PDAM maupun semua kesempatan yang terbuka untuk adanya distribusi air bersih karena sebetulnya kita ini tidak susah untuk air bersih. Freeport sudah siap, tinggal pemerintah memanfaatkan itu untuk bisa mengambil air yang sudah ada untuk dialirkan,” jelasnya melanjutkan.
Di samping itu, Leo menilai bahwa persoalan ini juga tidak terlepas dari pengaruh aspek pasar, yang mana jika permintaan tinggi tetapi kemudian ada faktor melambungnya harga bahan bakar, maka mau tidak mau akan berpengaruh juga pada harga-harga yang lain, termasuk harga air.
“Para pengusaha ini kan mereka tidak berpikir tentang air itu penting bagi kehidupan. Dan air itu salah satu bagian dari hak asasi sehingga masyarakat itu harus punya air atau mereka bebas menikmati air karena itu hak asasi manusia juga, hak untuk memiliki air, hak untuk hidup dengan air,” ucapnya.
“Tentu dari sisi pengusaha mereka tidak akan berpikir tentang hal-hal seperti itu karena orientasi mereka kan profit toh. Nah, untuk itu pemerintah yang harus melihat ini secara jeli. Ketika para pengusaha mau tetap untuk seperti itu, pemerintah harus buat kebijakan. Misalnya, kalau tidak mematuhi apa yang ada, ya izinnya dicabut,” terangnya.
Akan tetapi, lanjut Leo, untuk menentukan izin dicabut atau tidak, Pemerintah juga harus mengkaji aspek logis tidaknya harga yang ditetapkan.
“Apakah mereka bisa untung. Misalnya, naik Rp2 ribu dari pendapatan bahan bakar yang mereka harus keluarkan, itu masuk akal atau tidak. Itu harus dikaji semua sebelum mengambil keputusan,” tuturnya.
Jadi menurut Leo, yang terpenting saat ini adalah pemerintah harus jeli dalam mengambil kebijakan karena air merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan. Air merupakan bagian dari hak asasi manusia.
“Ini menjadi tanggung jawab pemerintah, ada peluang banyak tapi mau tidak pemerintah melakukan itu, karena itu semua berkaitan dengan kepentingan publik. Itu kekuatannya ada di pemerintah,” tukasnya.
“Apalagi dengan anggaran pemerintah yang besar saat ini, tentunya itu peluang besar sekali. Tidak ada yang tidak mungkin, bisa dilakukan itu. Jadi, ini peluang sangat besar bagi Kabupaten Mimika untuk menyiapkan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.