MIMIKA – Penanganan dan pencegahan kasus stunting pada anak masih menjadi program prioritas bagi Kampung Mawokauw Jaya, Distrik Wania, Kabupaten Mimika, Papua.
Hal itu ditandai dengan pengalokasian anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kampung Mawokauw Jaya demi menekan peningkatan angka kasus stunting di kampung tersebut.
Kepala Kampung Mawokauw Jaya, Edison Rafra saat ditemui di bilangan Jalan Yos Sudarso pada Sabtu (17/9/2022) mengatakan bahwa dalam tahun ini, pihaknya telah menganggarkan dana sebesar Rp 50 juta untuk penanganan stunting.
“Untuk stunting, tahun ini kami anggarkan Rp 50 juta dari dana desa,” ujarnya.
Dana tersebut, kata Edi, digunakan untuk melakukan beberapa agenda seperti sosialisasi pola hidup sehat, pendampingan secara langsung, serta pemberian makanan tambahan berupa susu, biskuit, kacang hijau, dan makanan-makanan bergizi lainnya.
“Itu sudah kita lakukan selama 9 bulan berjalan dalam tahun ini. Jadi setiap bulan itu kita melakukan pendampingan melalui posyandu maupun terjun langsung ke masyarakat sehingga angka stunting yang dulunya besar, sekarang menurut data dari Puskesmas itu tersisa 5 kasus,” jelasnya.
Meski sudah berupaya secara maksimal, Edi mengakui bahwa upaya tersebut masih memiliki banyak kekurangan. Dia mengeluhkan bahwa sejauh ini Kampung Mawokauw Jaya yang merupakan wilayah lokus stunting belum mendapatkan perhatian dari Pemda Mimika.
Edi mengungkapkan, penanganan dan pencegahan stunting di Kampung Mawokauw Jaya selama ini hanya dilakukan secara mandiri tanpa sentuhan langsung dari OPD terkait.
“Kampung Mawokauw Jaya ini sudah menjadi kampung lokus stunting dari tahun 2020 sampai 2021. Namun, perhatian dari Pemda yakni Dinas Kesehatan dan dinas-dinas terkait lainnya tidak ada. Artinya kita tidak pernah mendapatkan sentuhan langsung dari Pemda untuk bagaimana caranya menangani stunting ini,” tuturnya.
“Padahal kampung ini kan wilayah lokus stunting yang mana seharusnya ada anggaran dari Pemda untuk penanganan stunting. Tapi kenapa tidak disalurkan? Kenapa hanya bergantung pada dana desa saja?” imbuhnya.
Kalau memang dari tahun ke tahun seperti itu terus, menurut Edi, angka kasus stunting bakal sulit untuk diturunkan. Sebab, masih banyak kekurangan bila hanya mengandalkan dana desa.
“Untung secara mandiri ini kita kerjakan dengan maksimal. Kalau tidak, jangan harap kasus stunting itu akan turun. Makanya jangan heran kalau kampung-kampung yang lokus stunting kemudian stuntingnya tidak turun, itu karena hanya mengandalkan dana desa saja,” tegas Edi.
“Sehingga memang harus ada perhatian yang ekstra dari Pemerintah Daerah. Dinas Kesehatan mungkin lakukan pendampingan kesehatan, atau Dinas Lingkungan Hidup lakukan sosialisasi tentang kebersihan lingkungan. Stunting ini kan disebabkan oleh banyak hal, bukan hanya dari makanan tapi juga pola hidup, kemudian lingkungan. Sejauh ini tidak ada kegiatan seperti itu dari Dinas terkait,” jelasnya melanjutkan.
Oleh karena itu, Edi berharap Pemerintah Daerah juga dapat membantu pemerintah kampung dengan terjun langsung ke lapangan untuk bersama-sama melakukan penanganan dan pencegahan stunting di kampung-kampung, khususnya Kampung Mawokauw Jaya.
“Harapan kami, kan stunting ini menjadi program nasional. Artinya menjadi perhatian khusus dari pusat, sehingga paling tidak Pemerintah Daerah ini juga harus melihat stunting ini sebagai sesuatu yang urgent untuk diselesaikan. Jangan hanya buat program kemudian tidak ada di masyarakat, tidak direalisasikan. Kalau memang suatu daerah menjadi lokus stunting, berarti di situ banyak anak-anak yang menderita stunting. Berarti perlu ada perhatian dan kerja sama antar OPD juga Pemerintah Kampung untuk menekan peningkatan kasus stunting ini,” pungkasnya.