MIMIKA – Penjualan pakaian bekas impor atau yang biasa dikenal warga Timika dengan sebutan cakar bongkar telah menjadi sorotan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Pada Rabu (15/3/2023) lalu di kawasan Senayan, Jakarta, Jokowi secara tegas melarang dan mengeluarkan perintah untuk menghentikan bisnis cakar bongkar.
“Yang namanya impor pakaian bekas, mengganggu. Sangat mengganggu industri dalam negeri kita,” kata Jokowi.
Sentilan oleh Jokowi ini pun sontak menimbulkan berbagai tanggapan masyarakat khususnya dari para pedagang cakar bongkar.
Beberapa pedagang cakar bongkar di Timika yang sempat ditemui GaleriPapua.com mengaku kecewa dengan adanya larangan tersebut.
Mereka mengeluh lantaran telah mengeluarkan modal yang begitu besar untuk membuka usaha cakar bongkar ini.
“Ya pasti kami kecewalah karena kalau ini mau ditutup, terus modal yang sudah kami pinjam dari bank itu mau dilunaskan bagaimana?” Ujar Mustang, pedagang cakar bongkar di Jalan Hasanuddin, Selasa (22/3/2023) sore.
Mustang yang sudah 10 tahun berpindah-pindah lapak cakar bongkar di Kota Timika sebanyak lima kali juga mengaku belum mengetahui pasti adanya peraturan yang melarang impor pakaian bekas.
“Saya juga baru tahu ada larangan seperti ini. Kalau dari dulu saya tahu kan, saya tidak mungkin mau ikut jualan begini. Saya baru tahu pas Pak Jokowi bicara itu,” ungkapnya.
Menurut Mustang, bilamana pemerintah bersih keras untuk menutup bisnis cakar bongkar, sepatutnya pemerintah juga menawarkan solusi agar pedagang tidak merana dibayang-bayangi belitan utang.
“Kita maunya harus ada solusi dulu. Utang kami ini bagaimana nantinya. Jadi, jangan langsung serta-merta mau dilarang macam disekak langsung begitu. Itu sama saja mau kasih mati kita pedagang betul-betul,” tandasnya.
Senada dengan itu, seorang pedagang cakar bongkar di Pasar Sentral yang tidak mau menyebutkan namanya juga mengeluhkan hal yang sama.
Dia mengungkapkan bahwa modal yang dipakainya untuk membuka bisnis cakar bongkar ini pun bersumber dari pinjaman bank.
“Jadi kalau saya, pemerintah silakan hentikan saya punya jualan, yang penting utang saya juga ditutup sama pemerintah,” tuturnya.
“Ambil saja semua pakaian ini sekaligus dengan lapak-lapaknya. Dari awal kita dibikinkan tempat ini oleh pemerintah kan untuk cakar bongkar. Jadi kalau mau ditutup, saya minta tutup juga utang modal saya di bank,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mimika, Petrus Pali Amba, mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan sosialisasi terkait larangan ini kepada pedagang.
“Kita baru mau informasikan atau memberikan imbauan ke setiap pedagang untuk tidak lagi menjual (cakar bongkar). Karena kalau mau tiba-tiba (tutup) kan, kita kasihan juga,” ujar Petrus saat via telpon, selasa (21/3/2023) malam.
“Jadi, nanti mungkin minggu depan baru kami sampaikan, karena ini juga lagi libur kan,” lanjutnya.
Dikatakan jika sosialisasi sudah dilakukan, para pedagang cakar bongkar bakal diberikan batas waktu untuk menghentikan penjualan.
Saat ditanya mengenai solusi apa yang ditawarkan pemerintah kepada pedagang, Petrus menyarankan untuk membuka usaha lain.
“Iya maksudnya kan itu sudah dilarang. Kalau dilarang, ya tidak boleh (jual) lagi. Jadi, ya usaha lain yang mereka bisa tekuni,” tuturnya.
Gedung-gedung di Pasar Sentral yang sebelumnya direncanakan untuk memasukkan pedagang cakar bongkar pun, kata Petrus, akan diganti dengan bisnis lain.
“(Gedung itu) sudah tidak lagi untuk cakar bongkar. Ini kan sudah ada aturan (larangan) seperti itu,” pungkasnya.
Untuk diketahui, larangan jual-beli pakaian bekas impor telah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Dalam Pasal 2 ayat 3 tegas tertulis barang dilarang impor salah satunya berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Adapun regulasi ini diberlakukan demi melindungi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bergerak di sektor sandang.
Pemerintah menilai banyak UMKM yang kehilangan pemasukan akibat pangsa pasarnya diambil alih pakaian bekas impor.
Di samping itu, larangan impor pakaian bekas ini juga terkait dengan persoalan lingkungan, yang mana tidak semua pakaian bekas yang didatangkan dari luar negeri adalah pakaian layak pakai.
Banyak di antaranya yang sudah berkategori limbah sehingga pemerintah tidak ingin menjadikan negaranya sebagai tempat pembuangan limbah.