JAKARTA – Sebanyak puluhan karyawan orang asli Papua (OAP) dari PT Honay Ajkwa Lorentz (HAL) mengaku ditelantarkan di Jakarta oleh pihak perusahaan.
Para karyawan tersebut diketahui sejak Januari 2025 telah direkrut oleh PT HAL di Mimika, Papua Tengah, untuk mengikuti pelatihan di Jawa Timur.
Namun kini, setelah dipindahkan ke Jakarta, para karyawan itu mengeluh lantaran tidak lagi diperhatikan oleh pihak penanggung jawab dari PT HAL.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam sebuah video yang diterima Galeripapua.com, para karyawan mengungkapkan bahwa selama berada tiga minggu di Jakarta, kebutuhan sehari-hari mereka tidak lagi dibiayai.
Mereka pun bingung tentang keberlanjutan program pelatihan yang telah diikuti sejak Januari. Tidak ada kejelasan yang pasti terkait kepulangan mereka kembali ke Mimika untuk bekerja.
“Kami karyawan PT HAL yang selama ini kami dikirimkan dari Januari 2025, perjalanan kami dari Surabaya sampai sekarang di Jakarta ini, selama tiga minggu, kami sudah kewalahan makan minum semua karena tidak diperhatikan oleh penanggung jawab. Entah karena masalah apa, kami tidak tahu. Itu mereka yang tahu,” ujar salah satu karyawan OAP dalam video yang dibuat pada 1 April 2025.
“Kami sakit semua, kami tidak sehat. Siang malam, kami tidak makan di Jakarta. Dan sekarang kami bingung mau kemana, apalagi tempat yang kami tinggal sudah diputuskan untuk kami segera keluar dari sini, dan kami tidak tahu mau kemana. Itu yang kami bingung,” imbuh karyawan lainnya.
Sebagai informasi, PT HAL merupakan sebuah perusahaan pabrik semen yang baru saja berdiri di Mimika. Dalam struktur perusahaan, Direktur Utama PT HAL dijabati oleh Fenty Widyawati. Sementara Komisaris Utama dijabati oleh Panius Kogoya.
Pada Januari 2025, perusahaan ini meluncurkan proyek pengelolaan tailing (limbah tambang) menjadi pruduk semen, keramik, dan paving blok. Total investasi proyek ini senilai Rp3,1 triliun.
Saat peluncuran itu, Fenty Widyawati menjelaskan bahwa pembangunan pabrik semen dan keramik ini merupakan wujud komitmen PT HAL dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Mimika dan juga untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal.
Dengan adanya proyek itu, ribuan tenaga kerja dalam beberapa waktu terakhir terlihat mengantre panjang di ruas jalan depan kantor perusahaan tersebut yang berlokasi di Mile 32, Timika, Papua Tengah.
Informasi yang diterima Galeripapua.com, PT HAL telah merekrut lebih dari 6.000 karyawan, banyak di antaranya berasal dari rekomendasi gereja.
Kendati demikian, seorang Anggota DPRK Mimika, Anton A. Niwilingame, menilai proses perekrutan yang dilakukan oleh PT HAL tidak transparan.
“PT Freeport sebagai pemilik tailing tidak tahu, lembaga adat tidak dilibatkan, bahkan Pemerintah Daerah dan DPR sebelumnya juga tidak diberi informasi. Ini seperti modus pencurian sumber daya manusia. Mereka memanfaatkan gereja, tetapi gereja pun tidak tahu dampaknya,” imbuh Anton.
Anton sendiri turut prihatin perihal persoalan yang sedang dialami puluhan karyawan. Sepengetahuannya, puluhan karyawan asli Papua itu tidak bisa pulang karena tidak ada biaya dan dukungan dari PT HAL.
“Mereka kesulitan makan-minum, seperti ditawan. PBM GKI sudah tiga kali mengadakan pelatihan, tapi PT HAL tidak membayar sehingga tidak bisa membantu mereka. Kalau berani mengirim mereka, berani pula pulangkan. Jangan sampai masyarakat Papua jadi korban eksploitasi.”jelasnya
Di samping itu, Anton juga menyoroti lokasi pabrik PT HAL yang saat ini berada di sekitar permukiman warga. Menurutnya keberadaan pabrik semen di dekat pemukiman warga sangat berbahaya dampaknya.
“Ini berbahaya jika tidak dikaji ilmiah. Bahan kimia dari tailing bisa mencemari ribuan hektar tanah ulayat, terutama milik Suku Iwaka yang sudah mulai menolak,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Anton meminta proyek ini dihentikan sementara hingga ada kajian jelas yang melibatkan lembaga adat, DPR, Pemerintah Daerah, PT Freeport Indonesia, dan pihak-pihak terkait lainnya.
“Jangan sampai terjadi lagi kerusakan lingkungan dan konflik sosial seperti masa lalu,” tegasnya.
Anton pun menyebutkan bahwa DPR akan segera memanggil manajemen PT HAL setelah struktur komisi terbentuk.
“Jika mereka tidak punya itikad baik, kami akan desak agar karyawan dipulangkan dan proyek diawasi ketat,” pungkasnya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan PT HAL terkait puluhan karyawannya yang ditelantarkan di Jakarta.