MIMIKA – Pendakian Puncak Cartenz di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, kembali dibuka untuk umum setelah kurang lebih lima tahun ditutup karena beberapa faktor.
Pendakian kali ini, mulai dibuka sejak 23 Februari hingga akhir Maret 2025, dengan agen operator pendakian ditangani secara langsung oleh operator lokal yang bermarkas di Mimika, yakni PT Tropis Cartenz Jaya.
Dalam kesempatan ini, PT Tropis Cartenz Jaya tampaknya tidak hanya sekedar membuka aktivitas pendakian ke Puncak Cartenz alias Cartenz Pyramid, namun juga memberikan kesempatan selebar-lebarnya bagi masyarakat lokal orang asli Papua (OAP) untuk belajar dan dibina menjadi guide profesional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tercatat, lebih dari 6 orang pemuda OAP, khususnya dari Suku Amungme sebagai pemilik hak ulayat di wilayah pegunungan Mimika tersebut, yang diorbitkan dalam program pembinaan ini.
Pemilik PT Tropis Cartenz Jaya, Irfan Irianto, menerangkan bahwa pendakian ini melibatkan operator dari seluruh Indonesia yang diwadahi oleh PT Tropis Cartenz Jaya.
Operator-operator tersebut akan ikut membantu memberikan pelatihan serta edukasi yang baik kepada para pemuda OAP asli Suku Amungme.

“Jadi, tidak secara langsung mereka menjadi guide tapi untuk sementara mereka jadi pendamping dulu. Jangka panjangnya, nanti mereka akan menjadi guide profesional yang diharapkan,” ujar Irfan saat ditemui Galeripapua.com di Timika, Senin (24/2/2025).
“Selama pendakian ini, mereka sambil belajar dulu tentang Cartenz ini. Mulai dari guide untuk ke puncak, untuk masak, untuk bahasa, kemudian semua bidang yang bisa mereka pegang. Itu yang masing-masing mereka akan kita ajarkan,” imbuhnya.
Irfan mengatakan, program ini pun merupakan atensi dari pihak-pihak terkait seperti Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Tengah; Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Mimika; dan Dinas Pariwisata, Kabudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Mimika.
Dengan melibatkan anak-anak OAP ini, maka mereka akan belajar secara langsung di lapangan dengan para pelaku yang sudah tersertifikasi dan memiliki segudang pengalaman yang mumpuni.
Harapannya, ke depan para guide lokal ini tak hanya menjadi penonton, namun bisa menjadi pelaku utama yang mengelola wisata alam Puncak Cartenz di negerinya sendiri.

Menurut Irfan, para guide lokal ini perlu diberikan edukasi yang baik tentang pendakian karena wisata pendakian Puncak Cartenz sendiri memiliki rintangan yang cukup kompleks di antara seven summit dunia lainnya. Mulai dari jalur pendakian yang harus dilalui hingga medan yang akan dihadapi serta rintangan-rintangan lainnya.
Di samping itu, sebagai operator lokal, mereka pun harus dapat menjamu setiap tamunya dengan baik untuk menarik perhatian dan menanamkan kepercayaan kepada setiap wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan Puncak Cartenz.
Irfan menyebut, koridor yang juga sangat penting untuk dipelajari oleh para puide lokal ini adalah soal keamanan dan keselamatan dalam sebuah pendakian, baik itu perihal jalur, sistem pendakian, waktu, hingga jumlah maksimal orang di basecamp dan yang melakukan summit.
“Karena wisatawan itu butuh kepastian, kepastian tentang waktu, kepastian tentang harga, dan kepastian tentang keamanan. Kalau itu kita enggak bisa jamin, walaupun Cartenz ini merupakan satu dari seven summit dunia, orang mungkin enggak mau balik lagi datang ke sini,” kata Irfan.
“Ini bukan tentang siapa benar, siapa salah, tapi ini tentang citra kita semua. Jadi, saya rasa kenapa, karena kepedulian itu. Kemudian pihak stakeholder terkait menunjuk mitra lokal untuk mengelola ini semua karena dianggap mitra lokal punya kepentingan lebih terhadap daerah ini, bukan saja tentang gunungnya,” tambahnya.

Adapun dalam pendakian perdana yang diikuti guide lokal ini, mereka akan lebih dulu belajar tentang manajemen dalam menangani berbagai hal yang ada di basecamp. Nantinya, ke depan mereka juga akan belajar tentang bagaimana teknis pemanjatan dan lain-lain.
Di samping membuka kembali aktivitas ekspedisi pendakian ke Puncak Cartenz, kegiatan pembinaan ini sangat diharapkan dapat memberikan dampak secara langsung bagi Kabupaten Mimika maupun beberapa objek wisata lainnya di Tanah Papua.
“Ya, kontribusinya setelah dari Cartenz para wisatawan ini juga bisa melihat pekerja-pekerja kerajinan, mama-mama Papua pengrajin noken, kerajinan ukiran-ukiran untuk souvenir. Nah, itu yang kita harapkan mereka bisa jadi dampak. Jadi, tidak hanya datang naik Cartenz terus pulang,” ungkap Irfan.
Untuk diketahui, pendakian perdana selama sebulan ini akan ikuti sebanyak lebih dari 60 orang pendaki mancanegara maupun dalam negeri yang sudah terdaftar dan dijadwalkan untuk menaklukkan Cartenz Pyramid.