MIMIKA – Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Mimika mencatat bahwa tingkat kasus perceraian di Kabupaten Mimika pada periode tiga tahun terakhir telah terjadi peningkatan.
Berdasarkan data yang disampaikan Humas PA Mimika, Ahmad Zubaidi, jumlah perkara perceraian yang ditangani PA Mimika per awal Januari hingga pertengahan September 2022 sebanyak 177.
Jumlah tersebut terlihat meningkat bila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya, yang mana pada akhir September 2020 terdapat 115 perkara dan akhir September 2021 sebanyak 160 perkara.
“Memang betul ada peningkatan. Jadi sampai dengan pertengahan bulan ini, ada 177 perkara yang diterima. 55 perkara perceraian diajukan oleh suami. Kemudian 122 perkara diajukan oleh pihak istri,” ungkap Ahmad saat ditemui di Kantor PA Mimika, Senin (19/9/2022).
Ahmad menjelaskan, secara garis besar, rata-rata perkara perceraian yang diajukan disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus-menerus di dalam rumah tangga.
“Dari 130 akta cerai yang diterima, kita telah mengelompokkan sesuai alasan penyebab perceraian. Yang paling banyak itu disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran yang secara terus-menerus. Itu jumlahnya ada 96 kasus,” jelasnya.
“Kemudian 16 penyebab perkara meninggalkan salah satu pihak tanpa alasan atau tanpa izin. 9 perkara masalahnya ekonomi, kemudian 7 perkara karena KDRT, dan 2 karena pasangannya mabuk,” imbuhnya memaparkan.
Ahmad juga menyebutkan bahwa sejauh ini perkara perceraianlah yang paling mendominasi dari keseluruhan perkara yang diproses oleh PA Mimika.
“Sampai dengan saat ini memang perkara perceraian yang paling mendominasi dari 216 perkara yang diterima,” ujarnya.
Meski demikian, kata Ahmad, pihak PA Mimika dalam setiap proses perkara senantiasa mengupayakan perdamaian di antara kedua pihak melalui mediasi.
“Jadi memang kalau di perceraian, itu kan sebagai alternatif terakhir. Jadi kalau dalam persidangan itu pasti akan sangat disarankan untuk berdamai. Di dalam persidangan, pihak yang hadir pasti dinasehati oleh majelis hakim, kemudian kalau kedua bela pihak hadir itu pasti akan diperintahkan untuk mediasi yang dibantu oleh mediator. Bahkan kalau para pihak itu hadir di persidangan dan tidak diperintahkan untuk ikut mediasi, itu putusannya bisa dikatakan batal. Jadi memang sepenting itu upaya untuk mendamaikan,” terangnya.
Di samping itu, disampaikan bahwa perkara lain yang ditangani selain perkara perceraian adalah perkara penetapan perwalian, perkara harta bersama, penetapan pengesahan perkawinan, dispensasi perkawinan usia dini, penetapan ahli waris, dan hak asu anak.
“Ada 26 perkara permohonan penetapan perwalian, 3 perkara harta bersama atau harta gono-gini, 12 perkara penetapan pengesahan perkawinan, 4 perkara dispenisasi kawin untuk anak di bawah umur yang mau menikah, 7 perkara penetapan ahli waris. Kemudian 3 perkara lain-lain, ini perkara hak asu anak,” pungkasnya.