JAKARTA – Amnesty Internasional Indonesia mengecam tindakan penyerangan dan penyanderaan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap warga sipil di wilayah Nduga, Papua Pegunungan.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mendesak KKB agar segera membebaskan para sandera dengan kondisi hidup, termasuk Kapten Philips Max Marthin, pilot armada penerbangan sipil Susi Air.
“Kami mengecam keras serangan terhadap warga dan objek sipil di Papua. Kami mendesak agar pilot dan sejumlah orang lainnya yang disandera segera dibebaskan dalam keadaan selamat,” ujar Usman dalam keterangan resmi Amnesty Internasional Indonesia yang diterima GaleriPapua.com pada Rabu (8/2/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami juga meminta para pihak yang berkonflik untuk menghormati hukum dan hak asasi manusia, serta kemanusian dan juga hukum internasional. Semua pihak harus mengutamakan jalan non-kekerasan demi menyelamatkan warga sipil,” imbuhnya.
Usman mengatakan bahwa peristiwa pembakaran pesawat dan penyanderaan di Nduga sudah seharusnya menjadi evaluasi pemerintah dalam pendekatan keamanan di Papua.
“Negara terikat kewajiban internasional hak asasi manusia untuk menjamin keselamatan setiap orang, termasuk warga negara asing, dari segala bentuk kekerasan. Jika terjadi kekerasan, maka negara wajib untuk mengusut dan memastikan tegaknya keadilan dan akuntabilitas, bukan terus melanggengkan pendekatan lama yang selama puluhan tahun ini menimbulkan banyak korban,” kata dia.
Berdasarkan laporan dari Amnesty Internasional Indonesia, terdapat 15 orang yang saat ini diyakini dalam penyanderaan KKB.
Dikatakan bahwa belasan orang tersebut merupakan para pekerja proyek Puskesmas di Kabupaten Nduga.
Sedangkan satu di antaranya adalah Kapten Philips Max Marthin, seorang pilot berkebangsaan Selandia Baru yang mengawaki pesawat penerbangan sipil milik maskapai Susi Air yang dibakar KKB saat mendarat di bandara Paro.
Sementara itu, dalam catatan Amnesty Internasional Indonesia, aksi penyanderaan yang terjadi di Papua oleh KKB bukan baru kali ini terjadi.
Pada 2017, aksi penyerangan maupun penyanderaan terhadap 1.300 warga sipil pernah terjadi di Desa Kimbely dan Desa Banti, di Kabupaten Mimika.
Pengulangan peristiwa penyerangan maupun penyanderaan ini, menurut Amnesty Internasional Indonesia, menunjukkan bahwa situasi keamanan dan konflik di Papua masih belum menunjukkan arah perbaikan.
“Insiden pembakaran objek sipil, dan penyanderaan ini, sekali lagi menjadi bukti berulangnya kekerasan di wilayah Papua secara terus-menerus,” tandasnya.
Dia mengatakan kedua belah pihak yang bertikai, yakni pasukan keamanan Indonesia maupun KKB seharusnya mempertimbangkan dampak ke masyarakat sipil yang kerap menjadi korban atas aksi-aksi yang dilakukan.
“Kami menyerukan, adanya peninjauan ulang atas pendekatan yang selama ini dipilih oleh negara, dan semua pihak untuk lebih mengutamakan jalan non-kekerasan,” pungkasnya.