Timika – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua melakukan pelepasan liar 163 ekor satwa endemik yang dilindungi di Hutan Iwawa Nayaro Mimika Papua, Rabu (8/6/2022).
Pelepasan satwa tersebut dilakukan bersama PT Freeport Indonesia (PTFI) setelah penandatanganan berita acara di Balai Reklamasi PTFI MP 21.
Adapun satwa yang dilepaskan yakni hewan Labi-labi moncong babi (carettochelys insculpta) dan Kasuari.
Labi-labi berjumlah 161 ekor. 1 ekor merupakan penyerahan dari masyarakat, sedangkan 160 ekor adalah trans lokasi dari Sumatera Barat. Sementara kasuari berjumlah 2 ekor, diserahkan langsung oleh masyarakat.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Papua, Bambang H Lakuy kepada wartawan mengatakan bahwa satwa Labi-labi tersebut merupakan hasil tangkapan dari Reskrim Polda Sumbar beserta Polri.
“Labi-labi ini hasil tangkapan dari Reskrim polda Sumbar dan teman-teman Polri, proses penangkapan 7 maret dengan 472 ekor, pengiriman sampai Timika 167. 39 diantaranya kurang fit sehingga pada masa habituasi di sini, yang 167 ekor itu tersisa 160, 7 ekor mati. Dan 1 yang besar dari penyerahan masyarakat,” ujarnya.
Dikatakan juga bahwa dalam masa Habituasi yang dilakukan dari tanggal 28 Mei hingga pelepasan, pihaknya terus berkomunikasi dengan pemilik ulayat.
“Habituasi dari 28 Mei sampai hari ini, jadi sekitar 12 hari, dan dalam proses pelepasan ini kami terus komunikasi dengan yang punya ulayat,” katanya.
Di samping itu, General Foreman Biodiversity PTFI, Kukuh Indra Kusuma mengatakan bahwa PTFI juga senantiasa ikut turut serta dalam upaya konservasi satwa Papua.
“Kami saat ini berfokus pada satwa-satwa endemik, termasuk Labi-labi moncong babi dan kasuari . Di sini peran kita adalah mendukung BKSDA dalam hal yang tidak bisa di-cover oleh BKSDA,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa setiap satwa endemik seperti Labi-labi yang diselundupkan ke luar Papua nantinya akan dikembalikan menggunakan transportasi yang didukung oleh PTFI.
“Biasanya kami akan cek apakah satwa itu layak dilepasliarkan atau belum. Jika belum layak, akan diberikan perawatan. Dan itu kami sudah kerja sama dengan Dinas Peternakan untuk memberi perawatan,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, apabila satwa tersebut sudah layak dilepasliarkan, maka PTFI akan mengakomodir kegiatan pelepasliaran itu mulai dari transportasi, akomodasi dan lain sebagainya.
Untuk Kasuari, terang dia, sebelum dilepaskan pihaknya akan terlebih dahulu melihat apakah Kasuari tersebut takut terhadap manusia atau tidak. Kasuari pun akan diberikan makanan campuran dari makanan lokal dan makanan hutan.
“Kalau Kasuari terbiasa dengan makanan lokal seperti pisang, maka nanti makanan tersebut bakal dicampur dengan makanan hutan mulai dari 5 persen, 10 persen, 40 persen hingga akhirnya betul-betul mengenal makanan hutan. Setelah itu baru bisa dilepasliarkan,” terangnya.
“Sebelumnya juga sudah didatangkan dokter hewan untuk memastikan kondisi satwa tersebut benar-benar layak dilepasliarkan. Mulai dari kondisi kesehatan, makanan, habitatnya, dan kebiasaannya. Semua sudah kita assessment kemarin, dan semuanya memang sudah layak dilepasliarkan,” pungkasnya.